Selama di Bali saya menemani beberapa investor meeting dengan sejumlah pengusaha. di antara mereka ada yang muslim dan ada yang non muslim. Hari pertama meeting, tiba-tiba waktu sholat zuhur tiba. “Maaf tuan-tuan, kita sholat dulu” Kata salah satu investor.

Saat meninggalkan ruangan, akh Manshur menghampiri sahabatnya tadi. “Ya akhi.. Kita kan musafir, kita tidak punya kewajiban sholat berjamaah, lagipula kita boleh menjamak sholat”.

“Betul akhi… Kita tidak punya kewajiban sholat berjamaah, namun di saat-saat seperti ini, mengambil azimah (hukum asal) lebih utama menurut saya ketimbang mengambil rukhsoh. Karena di antara mereka (para pengusaha) itu adalah orang awam dan non muslim. Saya kwatir bila mereka melihat kita yang suka menjamak dan mengakhirkan waktu sholat, dianggap bermudah-mudah dalam meninggalkan sholat berjamaah tepat pada waktunya. Kamu harus faham, bahwa mereka sedang melihat praktik keislaman kita, maka tugas kita menampakkan potret islam terbaik”. Jawabnya dengan ringkas.

Di suatu pagi, salah satu delegasi meminta saya untuk menemaninya jalan-jalan di tepi pantai. “Jalan-jalan ke pantai pakai jubah?”. Tanya saya.

“Iya, ada masaalah..?” Tanyanya lagi.

“Tapi kan kita mau ke pantai? Saya kwatir bila kita jadi perhatian banyak orang. Coba lihat akh Manshur, pakai jeans dan kaos”. Jawab saya sambil tersenyum.

“Ya akhi… Bila mereka (turis barat) bangga dengan pakaian mereka yang seperti itu, maka mengapa saya harus menanggalkan jubahku? Apakah setiap kali kita kwatir dianggap orang aneh, maka kita lantas menanggalkan atau menyembunyikan identitas keislaman kita?

Ikhwah fillah…
Pada kisah pertama, saya belajar tentang;

  1. Sikap yang bijak dalam berfiqih. Di mana ketika orang lain menjadikan tindakan kita sebagai cerminan islam, maka selayaknya kita menampakkan potret islam tebaik pada mereka. Tentu niatnya karena Allah.

  2. Walau sibuk berbisnis, kita perlu meluangkan waktu untuk belajar tentang Agama. Karena sebagai apapun, kita adalah duta islam. Sebagian tambahan informasi, tak sedikit di antara para investor itu, dahulunya duduk di majelis Syaikh Bin Baz -rahimahullah-

Pada kisah kedua, meski saya tak sejalan dengan pendapatnya, namun saya tetap menghargai sikapnya. Sikap yang menurut saya sangat kita butuhkan ditengah krisis identitas. Saat sebagian kaum muslimin malu menampakkan identitas keislamannya karena takut dicibir dan lain-lain.

Bersambung…. Insyaallah