Wajah lelaki itu bercahaya, sangat tampan dengan mata elok, hitam dan lebar. Alis dan bulu matanya lebat dan halus. Suaranya bergema berwibawa. Ukuran kepalanya pas sesuai bentuk tubuhnya.

Panjang lehernya ideal. Jenggotnya tumbuh tebal dan kontras sekali dengan kulitnya yang indah. Postur tubuhnya memesona. Perawakannya sedang, tidak tinggi dan tidak pula pendek. Diantara keempat orang itu, peampilannya paling indah dan menarik. Jika diam, nampaklah kewibawaanya. Jika berbicara, nampaklah kecerdasannya. Akhlaknya luhur.

Jika dilihat dari kejauhan, ia berkharisma. Jika dilihat dari dekat, ia tampan memukau. Bicaranya gamblang dan jelas, tidak banyak dan tidak pula sedikit. Nada bicaranya seperti untaian mutiara yang berguguran. Jika ia berbicara, yang lain mendengarkan dengan seksama. Jika ia memerintah, yang lain akan segera melaksanakan perintahnya.”


Ketika Nabi menyerahkan wadah itu kepada Ummu Ma’bad, ia terbengong-bengong dan tak percaya pada pandangan matanya; ini mimpi atau nyata? Diterimanya wadah tadi dengan tangan gemetar, lalu diangkat ke mulut dan diseruputnya susu lezat di dalamnya sekali, sekali lagi, lagi, dan lagi hingga puas. Rasanya, ia belum pernah meminum susu selezat ini.

Wadah itu kemudian digilir dari satu tangan ke tangan lain. Semua minum sampai puas dan berakhir di tangan Nabi.
Setelah semuanya kenyang, Nabi kembali menghampiri kibas tadi, diperahnya susu sepenuh bejana untuk ditinggalkan kepada Ummu Ma’bad sebagai hadiah.

Setelah selesai, Nabi dan rombongan berpamitan untuk meneruskan perjalanan. Sementara di belakang sana, Ummu Ma’bad terus menganga. Kejadian ini aneh sekali, tak habis fikirnya memikirkan kejadian yang baru ia alami barusan.

Sore hari ketika suaminya datang, diceritakanlah perihal rombongan yang tadi singgah di kemahnya. Dilukiskannya paras indah Nabi seperti yang kami cantumkan di atas.

“Dialah orang Quraisy yang sedang ramai diperbincangkan di kota Makkah” simpul Abu Ma’bad. “Jika aku melihat dan bertemu dengannya, akan ku ikuti apapun yang dikatakannya”.

Kisah Ummu Ma’bad ini sangat masyhur, diriwayatkan dari banyak riwayat yang saling menguatkan satu dengan lainnya. Ummu Ma’bad kemudian masuk Islam bersama suami dan saudaranya, Hubaisy ibn al-Asy’ar yang syahid dalam peristiwa Fathu Makkah.

Diriwayatkan bahwa ia wafat pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab. Ibn al-Jauzy berkata, setelah keislamannya, Ummu Ma’bad dan suaminya ikut Hijrah ke Madinah.

Bersambung..