Hijrah adalah proses melepaskan banyak hal dari masa lalu. Bila telah menentukan arah, melangkahlah terus ke depan, tak perlu menengok ke belakang. Abillah pelajaran dari masa lalu tapi jangan sekali-kali tinggal di dalamnya lagi.


Dari gua Tsur, Abdullah bin Uraiqith membawa nabi melintasi Mekkah Bawah menuju pesisir bawah Usfan lalu ke Amaj, Qudaid, sampai ke Liqf.

Ketika melintasi daerah bernama Madzlaj, seorang penduduk setempat melaporkan kepada kaumnya yang sedang berkumpul bahwa dia melihat bayangan orang yang jauh melewati jalur pantai. ”Saya kira itu Muhammad dan temannya,” katanya.

Suraqah bin Malik yang tak lain adalah pemuka kaum mendengar laporan itu. Namun ia mencoba mengalihkan perhatian orang-orang dengan berkata, “Mereka mungkin orang dari bani si fulan mencari barangnya yang hilang,”

Suraqah lalu kembali ke rumah dan meminta keluarganya untuk menyiapkan baju besi dan tunggangannya. Setelah semuanya siap ia memacu kudanya dan menyusuri tepi pantai laut merah menyisir jejak kafilah Muhammad.

Usahanya tak sia-sia. Dari kejauhan dia melihat kafilah Muhammad. Merasa ada yang mengikuti mereka Abu Bakar menengok kebelakang dengan rasa takut, sementara Rasulullah tidak menengok sama sekali.

Ketika jarak Suraqoh sudah begitu dekat, tiba-tiba saja, kaki kudanya terperosok pasir kemudian menggelimpang. Suraqah sendiri jatuh terpelanting dan kesakitan.

Di saat tubuhnya tersungkur di tanah, dia berpikir, kenapa terjadi dua kali kesialan ini?. Apa arti semua ini? Mungkinkah ada sesuatu kekuatan yang mencegahku menangkap mereka?”

Suraqah pasrah. Diurungkan niatnya. Kemudian dia berteriak. ”Aku Suraqah bin Malik bin Ju’syum. Tunggulah, aku ingin bicara.” Suraqah bersumpah tidak akan mencelakai. Kafilah nabi berhenti dan terjadilah perjanjian antara Nabi dan Suraqah.

Untuk sementara Suraqah merahasiakan pertemuan dengan Nabi. Saat Nabi tiba di kota Madinah barulah dia menceritakan apa yang dialaminya saat mengejar kafilah mereka.

Berita itu sampai ke telinga Abu Jahal. Abu Jahal mengatai Suraqah sebagai pengecut yang tak tahu malu, bodoh karena menyia- nyiakan kesempatan yang baik.

Suraqah menjawab, “Hai Abu Hakam! Demi Allah, seandainya engkau menyaksikan dan mengalami peristiwa yang kualami ketika kaki kudaku amblas ke dalam pasir, engkau akan yakin dan tak akan ragu sedikit pun, bahwa Muhammad itu jelas Rasulullah. Nah, siapa yang sanggup menantangnya, silakan!”

Bersambung