Sahabat…
Ramadhan baru saja meninggalkan kita. Kini tinggallah jiwa-jiwa yang menyikapi kepergian ramadhan secara berbeda..

JIWA PERTAMA …
Adalah jiwa orang-orang beriman yang sebelum Ramadhan datang mereka telah di sibukkan dengan ketaatan dan kebaikan. Lalu ketika Ramadhan menghampiri, mereka semakin sibuk dalam meningkatakan ketaatan diri. Mereka menganggap Ramadhan adalah ghanimah (harta rampasan) dari Allah. Di dalamnya amal sholeh setiap hamba dilipatgandakan. Lalu saat ramadhan meninggalkan mereka, maka mereka tetap dalam ketaataan dan kesungguhan mengejar beragam kebaikan sebagai bekal menuju akhirat.

Mereka sadar bahwa justru di luar bulan ramadhanlah seharusnya mereka semakin giat beramal, karena pahala mereka tidak dilipat gandakan sebagaimana dibulan Ramadhan.
Inilah jiwa mu’min sejati..
Merekalah yang akan di seru dengan seruan, “Wahai jiwa-jiwa yang tenang”.
Semoga kita termasuk pemilik jiwa itu.

JIWA KEDUA…
Adalah jiwa yang terlenakan oleh kelalaian, tersibukkan oleh kemaksiatan dan terbuai oleh kenikmatan dunia. Lalu saat ramadhan datang, mereka lantas menyingsingkan lengan baju dan meninggalkan semua kemaksiatan tersebut.
Mereka melakukan ketaatan dan kebaikan pada hari-hari ramadhan. Mereka menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an, puasa, shalat malam. Mereka menangis penuh sesal atas segala kemaksiatan yang mereka lakukan.
Mereka khusyu' dan aktif melakukan berbagai kebajikan di bulan ramadhan.
Namun saat ramadhan berlalu, segala kebaikan mereka juga ikut berlalu, mereka kembali kepada keburukan keburukan yang telah mereka tinggalkan.
Maka untuk orang seperti ini, dikatakan kepada mereka, “Bila engkau menyembah ramadhan, maka ramadhan telah berlalu. Namun bila engkau menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan tidak akan mati”.
Ingatlah.. Rabb yang menyuruhmu beribadah di bulan ramadhan, Dialah Rabb yang menyuruhmu beribadah di luar ramadhan.
Bisyr Al-Hafi mengatakan, “Seburuk-buruk kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja”.
Sebelum engkau melangkah terlalu jauh meninggalkan Allah, maka berfikirlah sejenak hal-hal berikut:

Maukah engkau merusak bangunan megah yang telah engkau bangun dengan susah payah. ??

Saat Allah telah menjanjikanmu surga dengan segala kenikmatannya. Engkaupun berusaha meraihnya di bulan Ramadhan. Lalu mengapa saat ramadhan pergi engkau malah berpaling dan kembali kejalanmu semula yang penuh kelalaian.??.

Saat Allah telah membebaskanmu dari neraka, dan menjanjikan pengampunan dan keridhoan-Nya, hal itu tentu di sebabkan karena ibadahmu selama Ramadhan dan tangisanmu ketika mendengar ancaman neraka. lalu mengapa saat ramadhan berlalu engkau malah berontak dan berusaha memasukkan dirimu lagi kedalam neraka..??, tempat yang sebelumnya engkau lari darinya ??..

Renungkan firman Allah berikut ini:
“Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang mengurai kembali benang yang sudah dipintalnya dengan kuat menjadi cerai berai”. (QS: An-Nahl: 92).

Benar kawan.. Selama ramadhan engkau telah menyibukkan diri dengan memintal benang-benang ketakwaan dengan jerih payahmu, sehingga terbentuklah sebuah PAKAIAN KETAKWAAN YANG AKAN MELINDUNGIMU DARI NERAKA DAN MEMASUKKANMU KE DALAM SURGA. Namun saat ramadhan berlalu. Engkau malah mengurai helai demi helai benang yang telah engkau pintal itu, padahal belum tentu Ramadhan yang akan datang kembali menyapamu.

Sahabat..

Inilah jiwa kebanyakan dari kita.. Dan sebelum ramadhan terlalu jauh meninggalkan kita, maka marilah kita instropeksi diri. Semoga Allah mengeluarkan kita dari belenggu jiwa yang seperti ini.

JIWA KETIGA…
Adalah jiwa yang ada atau tidaknya ramadhan, mereka tetap dalam kemaksiatan dan kelalaian. Mereka adalah orang yang sebelum kedatangan ramadhan, mereka senantiasa melakukan kemaksiatan. Dan saat ramadhan datang ia tetap enggan melakukan kebaikan. Inilah jiwa yang mati, yang tidak tersentuh dengan janji-janji Allah. Inilah jiwa yang hina, jiwa yang akan dibangkitkan dalam penyesalan yang mendalam. Inilah jiwa merugi, yang tidak tersentuh secercahpun sinar dakwah, yang tak terenyuh oleh ayat-ayat adzab, dan tak berharap pada ayat-ayat surga.

Inilah jiwa yang dibahasakan dalam ayat Al Quran: “mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (kepada jalan yang benar)” (QS: Al-Baqarah : 18)

Maka dikatakan kepada orang sperti ini.. aduhai jiwa yang merugi, tidakkah engkau iri dengan ketenangan yang dirasakan orang beriman..? Saat mereka menahan lapar dan dahaga karena mengharapkan kebahagiaan (kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat bertemu ALLAH).

Saat melelah-lelahkan diri untuk qiyam (berdiri) di malam yang sepi, dan berharap keridhoan Iilahi.
Saat melantunkan ayat-ayat alquran dan mengalirkan air mata ketika mereka merenungi kalam Ilahi.?

Ahh.. Andai engkau tau kebahagiaan apa yang mereka rasakan..
Andai engkau bisa membandingkan kebahagiaan yang engkau rasakan dengan kebahagiaan yang mereka rasakan..
engkau akan sadar bahwa kebahagiaanmu hanyalah kebahagiaan sementara yang hanya akan melahirkan kegelisahan hati.
Dan kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan abadi yang kan memberikan ketenangan hati.

Maka bertaubatlah,, sebelum kematian mendatangimu,, dan barulah engkau mengatakan

“Sampai tatkala kematian mendatangi salah seorang di antara mereka, ia berkata: Tuhanku, kembalikanlah aku agar aku dapat berbuat kebaikan dari perkara yang aku lalaikan. Tak mungkin! Sesungguhnya itu kata-kata yang ia ucapkan, Dan di hadapan mereka ada tabir, sampai hari mereka dibangkitkan” (QS: Al mu’minun: 99-100).

Semoga Allah melindungi kita dari jiwa seperti ini.

Sejenak renungkanlah sajak-sajak perpisahan yang diucapkan oleh
Ibnu Rajab -rahimahumallah-. Beliau mengatakan:

“Di mana kepedihan (dan kesedihan) orang-orang yang bersungguh-sungguh di siang hari Ramadhan?
Di manakah duka orang-orang yang shalat pada waktu malam?

Jika demikian keadaan orang-orang yang telah mendapatkan keuntungan selama Ramadhan, bagaimanakah keadaan orang-orang yang telah merugi pada siang dan malamnya?

Apalah guna tangisan mereka yang melalaikan bulan Ramadhan ini, sementara musibah yang akan menimpanya demikian besar?

Alangkah banyaknya nasihat yang telah diberikan kepada orang yang malang, namun tidak juga memberikan manfaat untuknya.

Betapa sering ia diajak untuk melakukan perbaikan diri, namun ia tidak juga menyambutnya.

Betapa sering ia menyaksikan orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Nya, namun ia sendiri memilih untuk semakin jauh dari-Nya.

Alangkah seringnya berlalu dihadapannya rombongan orang-orang yang menuju Allah, sedangkan dia hanya duduk berpangku tangan (tanpa seberang hasrat untuk beribadah).

Hingga saat waktu menyempit dan kemurkaan-Nya telah membayang,

Ia pun menyesali kelalaiannya pada saat penyesalan tidak lagi bermanfaat dan kesempatan untuk memperbaiki keadaan telah menghilang”.

Demikianlah …

Dan Ramadhanpun pergi…