Memang terdapat sebuah riwayat yang mengatakan

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ

“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”

Akan tetapi riwayat tersebut lemah, bahkan sebagian ulama menilainya palsu sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.

Namun apakah makna yang terkandung dalam riwayat di atas sepenuhnya salah..?

Meskipun kita sepakat bahwa riwayat di atas lemah dari sisi penisbatannya kepada nabi shallallahu alaihi wasallam, namun maknanya dapat dibawa pada makna yang sohih. Sebab kaidah yang masyhur dikalangan ulama mengatakan, “Setiap perbuatan mubah bisa diberi ganjaran pahala atau bernilai ibadah apabila diniatkan untuk melakukan ibadah. An-Nawawi berkata;

أَنَّ الْمُبَاح إِذَا قَصَدَ بِهِ وَجْه اللَّه تَعَالَى صَارَ طَاعَة ، وَيُثَاب عَلَيْهِ

“Sesungguhnya segala perbuatan mubah, apabila dilakukan dalam rangka mengharapkan wajah Allah Ta’ala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan pelakunya diberi ganjaran pahala kebajikan.”

Jadi apabila seseorang tidur dengan niat agar kuat menjalankan ibadah, maka tidurnya juga dianggap ibadah.

Kesimpulan ini didasarkan pada kaidah, " الامور بمقاصدها " segala sesuatu dikembalikan kepada tujuannya.” sebagimana sabda nabi shallallahu alaihi wasallam, " انما الاعمال بالنيات “Setiap amalan tergantung niatnya”.
Jika seseorang tidur dengan niat agar kuat menjalankan sholat teraweh dan qiyamullail, maka tidurnya dianggap ibadah.
Tapi jika niat tidurnya hanya untuk menuruti hawa nafsunya atau bermalas-malasan sehingga seluruh waktunya dihabiskan untuk tidur, maka tidur seperti ini tidak dianggap ibadah, bahkan tercela.

Begitu juga apabila seseorang makan, olahraga dll dengan tujuan agar kuat dalam menjalankan badah dan ketaatan pada Allah, maka aktivitasnya tersebut juga dapat dianggap sebagai ibadah.

Kesimpulannya: wasilah mengikuti hukum maqoshid (maksud atau tujuan dari sesuatu). Selama wasilah tersebut mubah.

Wallahu a’lam